Minggu, 25 September 2016

MAKALAH RUKUN DAN SYARAT SAH PERNIKAHAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sebagai umat Islam yang bertaqwa kita tidak akan terlepas dari syari’at Islam. Hukum yang harus di patuhi oleh semua umat Islam di seluruh penjuru dunia. Baik laki-laki maupun perempuan tidak ada perbedaan di mata Allah SWT, tetapi yang membedakan hanyalah ketaqwaan kita.

Salah satu dari syari’at Islam adalah tentang perkawinan  hal ini sudah di atur dalam hukum Islam, baik dalam al-Qur’an maupun dalam Hadits Rasulullah SAW. Perkawinan merupakan peristiwa yang sering kita jumpai dalam hidup ini, bahkan setiap hari banyak umat Islam yang melakukan perkawinan, dimana perkawinan ini mencegak perbuatan yang melanggar norma – norma agama dan menghindari jinah.

Terpenuhinya syarat rukun perkawinan mengakibatkan diakuinya keabsahan perkawinan tersebut baik menurut hukum agama, fiqih munakahat, dan pemerintah (kompilasi hukum islam). Bila salah satu syarat rukun tersebut tidak terpenuhi maka mengakibatkan tidak sahnya perkawinan menurut fiqih munakahat atau hukum islam.

B. RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian pernikahan?
2.      Apa saja rukun di dalam pernikahan tersebut?
3.      Apa saja syarat-syarat pernikahan?
4.      Dan lain-lain

C. TUJUAN PENULISAN

Ø  Mengetahui hukum nikah
Ø  Memahami rukun – rukun nikah
Ø  Mengetahui syarat-syarat nikah
Ø  Memahami hikmah pernikahan


BAB II
PEMBAHASAN
RUKUN DAN SYARAT PERNIKAHAN

A. PENGERTIAN PERNIKAHAN

Kata nikah berasal dari bahasa arab yang berarti bertemu, berkumpul. Menurut istilah  nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui aqad yang dilakukan menurut hukum syariat  Islam.  Menurut UU  No : 1 tahun 1974,  Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YME. Keinginan untuk menikah adalah fitrah manusia, yang berarti sifat pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Selain defenisi diatas, ada beberapa defenisi pernikahan menurut empat mazdhab, yakni:

1. DEFINISI NIKAH DALAM MAZHAB HANAFI
Ulama dalam mazhab ini mendefinisikan nikah adalah sebagai akad yang berakibat pada “pemilikan” seks secara sengaja.
Yang dimaksud dalam pemilikan seks itu adalah kepemilikan laki-laki atas kelamin serta seluruh tubuh perempuan untuk dinikmati. Sudah tentu kepemilikan ini bukan bersifat hakiki, karena kepemilkan yang hakiki hanya ada pada Allah SWT.

2. DEFINISI NIKAH DALAM MAZHAB MALIKI
Ulama dalam mazhab ini mendefinisikan nikah adalah sebagai akad untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan anak adam tanpa menyebutkan harga secara pasti sebelumnya.
Secara sederhana mazhab malikiyah mengatakan bahwa nikah adalah kepemilikan manfaat kelamin dan seluruh badan istri.

3. DEFINISI NIKAH DALAM MAZHAB SYAFI’I
Ulama dalam mazhab ini mendefinisikan nikah adalah sebagai akad yang berdampak akibat kepemilikan seks.
Inti dari definisi ini adalah kepemilikan hak bagi laki-laki untuk mengambil manfaat seksual dari alat kelamin perempuan, sebagian ulama syafi’iyah berpendapat bahwa nikah adalah akad yang memperbolehkan seks, bukan akad atas kepemilikan seks.

4. DEFINISI NIKAH DALAM MAZHAB HANBALI
Ulama dalam mazhab ini tampak praktis dalam mendefinisikan pengertian dari nikah. Menurut ulama Hanbaliyah, nikah adalah akad yang diucapkan dengan menggunakan kata ankah atau tazwij untuk kesenangan seksual.
Sedangkan dalam Hukum Perkawinan Islam, definisi Nikah adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkanhubungan kelamin antara dua belah pihak, dengan rasa sukarela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputu rasa kasih sayang.


B. RUKUN  PERNIKAHAN
Pengertian rukun adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti membasuh muka untuk wudhu’ kemudian contoh lain dari rukun yakni takbiratuk ihram didalam shalat. Atau contoh rukun didalam perkawinan sendiri yakni adanya calon pengantin laki-laki/perempuan dalam perkawinan.

Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri atas  :
1. Adanya calon suami dan istri yang ingin melakukan perkawinan
2. Adanya wali cowo dari pihak calon wanita
Rukun ini berdasarkan sabda nabi saw yang artinya : “Perempuan mana saja yang menikah tanpa seizin walinya, maka pernikahannya batal” 
3. Adanya dua orang saksi
Pelaksanaan akad nikah sah apabila dua orang saksi yang menyaksikan akad nikah tersebut.
4. Sighat akad nikah
Ijab Kabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.

Tentang jumlah rukun nikah ini, para ulama berbeda pendapat :
Imam Malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam yaitu ;
o Wali dan pihak perempuan
o Mahar (maskawin)
o Calon pengantin laki-laki
o Calon pengantin perempuan
o Sighat akad nikah

Menurut ulama hanafiyah, rukun nikah itu hanya ijab dan qabul saja (yaitu akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon ppengantin laki-laki). Sedangkan menurut segolongan yang lain rukun nikah itu ada empat, yaitu :
o Sighat
o Calon pengantin perempuan
o Calon pengantin laki-laki
o Wali dari pihak calon pengantin perempuan.

Namun Imam Syafi’I berkata bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu :
o Calon pengantin laki-laki
o Calon pengantin perempuan
o Wali 
o Dua orang saksi
o Sighat akad nikah



C. SYARAT PERNIKAHAN

Jika dikaitkan dengan pernikahan maka syarat sah menikah hal-hal atau syarat-syarat yang memiliki keterkaitan dengan rukun nikah. Hal tersebut berkaitan dengan syarat untuk calon pengantin laki-laki maupun perempuan, syarat bagi wali, syarat bagi saksi dan syarat ijab kabul. Berikut beberapa keterangan tentang syarat sah pernikahan antara lain adalah :

1. Syarat untuk pengantin lelaki
a. Beragama Islam
Ketentuan ini ditetapkan, karena dalam hukum islam laki-laki didalam rumah tangga adalah pengayom, maka hukum pokok itu dikembalikan kepada hukum pengayom. Karena perkawinan itu didasarkan hukum islam, maka laki-laki calon suami itu yang menjadi dasar utama akidahnya. Nash keharoman wanita muslimah kawin dengan laki-laki yang non muslim tercantu didalam Al-Quran 
Yang artinya ;
Hai orang-orang yang beriman apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji keimanan mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka benar-benar beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada suami-suami mereka orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiadak halal pula bagi mereka.

b. Bukan lelaki yang mahram bagi calon istri
c. Lelaki tertentu
d. Mengetahui wali nikah bagi akad nikah
e. Tidak sedang melaksanakan ihram maupun haji
Orang yang sedang ihram, tidak boleh melakukan perkawinan dan juga tidak boleh mengawinkan orang lain, bahkan melamar juga tidak boleh. Hukum ini di dasarkan kepada larangan yang disampaikan oleh Rasulullah menurut Imam Muslim dari sahabat Usman bin Affan :

“Tidak boleh kawin orang yang sedang ihram, dan tidak boleh mengawinkan serta tidak boleh melamar” .

Menurut ulama Hanafiyah, yang diharamkan bukan kawin tetapi berkumpulnya diwaktu ihram. 

f. Tidak memiliki paksaan serta berasal dari kerelaan sendiri
g. Bujangan, atau tidak memiliki empat orang istri sah pada saat yang bersamaan 
h. Mengetahui bahwa calon mempelai perempuan adalah sah untuk dinikahi



2. Syarat sah untuk pengantin perempuan
a. Beragama Islam
Wanita yang tidak muslimah selain Kitabiyah tidak boleh dikawinkan oleh lelaki muslim, berdasarkan firman Allah didalam Al-Quran  yang artinya :
“dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman”

b. Perempuan tertentu
c. Bukan perempuan mahram bagi calon suami
d. Tidaklah seorang khunsa
e. Tidak sedang melaksanakan ihram maupun haji
f. Tidak sedang berada dalam masa iddah
Sesuai dengan pengertian iddah ialah waktu tunggu bagi wanita yang diceraikan oleh suaminya atau ditinggal mati, untuk dapat kawin lagi dengan laki-laki lain.

g. Bukan merupakan istri dari orang lain

3. Syarat wali
a. Beragama Islam, tidak kafir atau bahkan murtad
b. Lelaki
c. Baligh
d. Tidak dalam paksaan
e. Tidak ihram atau haji
f. Tidak fasik
g. Tidak cacat secara akal pikiran, atau tua pikun dsb
h. Merdeka
i. Tidak ditahan baginya kuasa untuk membelanjakan hartanya

4. Syarat saksi
Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang laki-laki, muslim, baligh, berakal, melihat dan mendengar serta mengerti akan maksud akad nikah. Tetapi menurut golongan Hanafi dan Hanbali, boleh saksi itu satu orang lelaki dan dua orang perempuan. Dan menurut Hanafi, boleh dua orang yang buta atau fasik (tidak adil). Orang tuli, orang tidur dan orang mabuk tidak boleh menjadi saksi. 

Ada menimpulkan syarat sah saksi itu sebagai berikut ;
a. Dua orang
b. Islam
c. Berakal
d. Baligh
e. Laki-laki
f. Paham akan kandungan ijab dan Kabul
g. Mendengar, melihat dan bercakap dengan baik
h. Adil
i. Merdeka

5. Syarat ijab
a. Pernikahan nikah tepat
b. Tidak menggunakan bahasa sindiran
c. Diucapkan oleh wali atau yang mewakilkan
d. Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti nikah mut’ah
e. Tidak secara taklik

6. Syarat Qabul
a. Ucapan sesuai dengan ijab
b. Tidak ada bahasa sindiran
c. Diucapkan oleh calon suami
d. Tidak diikatkan oleh tempo waktu
e. Tidak secara taklik
f. Menyebut nama calon istri
g. Tidak diselingi oleh perkataan lain

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Rukun adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan, sedangkan syarat adalah ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan. Menurut jumhur ulama rukun pernikahan sendiri ada lima yaitu adanya calon suami dan istri yang akan melakukan pernikahan, adanya wali dari pihak wanita, adanya dua orang saksi, sighat akad nikah ( yang masing-masing rukun memiliki syarat-syarat tertentu ). Dan syarat sah pernikahan pada garis besarnya ada dua yaitu calon mempelai perempuan halal dikawin oleh laki-laki yang ingin menjadiknnya istri, akad nikahnya dihadiri oleh para saksi.

DAFTAR PUSTAKA

o Rahman Abdul Ghozali, Fiqih Munakahat, Jakarta : Kencana, 2003, Hal45
o Sulaiman, SH.i, http://webislami.com/syarat-sah-nikah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar